Pages

Wednesday, May 25, 2011

Buku Pertanyaan Hidup

Aku sedang berhadapan dengan sebuah buku yang sudah cukup tua. Mencoba membukanya tanpa merusak sampulnya yang juga sudah cukup tua dan sedikit rapuh. Buku itu, tiap lembarnya dihiasi tulisan-tulisan pertanyaan hidup. Beberapa telah terjawab dengan baik, detail dan jelas. Beberapa hanya terjawab singkat. Beberapa terihat seperti jawaban yang belum sempat terselesaikan. Beberapa justru tidak memiliki jawaban apapun. Kosong. Terakhir, masih banyak terdapat halaman yang bahkan belum tersentuh oleh goresan apapun. Seperti telah disiapkan untuk hari esok.

Aku mencoba membaca lembar demi lembar, baris demi baris, kalimat demi kalimat. Mencerna dan mencoba untuk tidak sekedar melihat, namun juga mengamati. Di bagian awal buku ini terdapat banyak pertanyaan, pertanyaan-pertanyaan sederhana dan lebih banyak sudah dijawab dengan baik dan detail. Semakin bergerak ke tengah pertanyaan yang ada sedikit semakin rumit. Kadang jawabannya pun terlihat tidak tuntas. Menjelang akhir dari lembar buku yang sudah dituliskan, semakin banyak pertanyaan yang tidak terjawab dengan baik. Dan bahkan tidak memiliki jawaban apapun.

Banyak orang bilang semuanya akan terjawab seiring dengan waktu. Hanya biarkan saja waktu yang menjawab segalanya. Tapi pada nyatanya, ada bagian-bagian yang sepertinya tidak juga dijawab oleh waktu. Mungkin belum saatnya. Atau mungkin memang waktu tidak bersedia membagi jawabannya. Buku pertanyaan ini seperti memiliki mekanisme kerja tersendiri. Bukan hanya sebagai buku tempat pertanyaan dan tempat segala jawaban, namun juga buku pertanyaan yang diciptakannya sengaja dengan teka-teki. Tak terjawab.

Semakin lama, semakin banyak nama yang tercantum dalam buku pertanyaan itu. Semakin banyak frame cerita yang menjadi pertanyaan. Semakin detail pertanyaannya, namun semakin tak jelas jawabnya. Terkadang seperti itu. Bagian-bagian kosong yang terkadang mengapit pertanyaan-pertanyaan tersebut terkadang membuat ku tergelitik mencari tahu jawabnya. Memutar kaset masa lalu yang tersimpan. Mengingat hal-hal kecil yang aku pikir telah dilewatkan. Atau justru memperhatikan hal besar yang telah terjadi. Namun, tetap saja belum terjawab. Atau mungkin tidak akan terjawab. Banyak orang mengatakan hidup memang memiliki teka-teki. Yang mungkin tidak terjawab, maka biarkan saja. Karena mungkin, hidup tak menyediakan jawaban atas pertanyaan yang ada. Atau hidup menyimpan jawaban tersebut, sebagai arsip pribadinya.

Tidak semua kalimat akan berakhir dengan titik pada ujungnya. Terkadang ada yang tetap bertahan dengan tanda koma pada akhirnya. Bahkan mungkin tetap berdiri sebagai pertanyaan dengan tanda tanya disampingnya.

Tuesday, May 24, 2011

Jodohku Sedang Berlari!

"Dia sedang berlari-lari, sebelum akhirnya menjadikanku tempat pemberhentian."

Kata orang kalau jodoh tak lari kemana. Mungkin karena sebelumnya dia sudah terlebih dulu berlari sebelum akhirnya menemukanku. Dia berlari, seolah berlari kemana-mana, ke arah yang sepertinya tidak akan menuju padaku, padahal sebenarnya ada pada satu jalan yang sama, ada pada satu frame yang sama. Memang yang terlihat belum tentu adalah sebuah kenyataan. Kenyataan kadang mengecoh, mungkin demi satu dan lain hal yang memang harus disembunyikan sebelum akhirnya terungkap.

Bila berbicara tentang jodoh, maka tak lepas dari membicarakan masa depan, dan bila membicarakan masa depan maka sudah seharusnya membicarakan kemisteriusan. Dan (lagi-lagi) menggelitik hampir semua makhluk yang disebut manusia untuk dapat mengetahui lebih awal tentangnya. Dalam bahasa halus, mereka atau mungkin aku, meminta haknya untuk diberikan lebih cepat. Hak akan jodoh kita.

Lalu, bagaimana jika benar untuk dipercepat pertemuannya? Apakah kita telah layak disandingkan? Apakah dia telah layak disandingkan? Kami belum tentu akan layak untuk satu sama lain. Maka, bukankah sudah seharusnya membiarkan segalanya tetap berjalan sesuai dengan waktu yang telah dituliskan? Membiarkan dia dan kita berlari, demi satu pemberhentian pasti.

Tuesday, May 17, 2011

"... Lalu bagaimana jika aku tak bisa menghentikan tangisku?"
"Apa lagi yang pantas kau tangisi? Ketika bahagia mu melebihi batas kesedihanmu?"