Pages

Friday, June 22, 2012

Kosong


Tolong jelaskan padaku tentang rasa ini. Rasa kosong yang tak juga dapat didefinisikan. Apakah rasa kosong yang senyap dan meronta kejenuhan? Ataukah rasa kosong yang lega dan dapat menidurkan dengan lelap? Rasa seperti apakah ini? Ketika kosong tak hanya sekedar kosong. Ketika rasa disadari memiliki kemampuan untuk memecah dirinya sendiri, dan menuang gamang pada titik-titik tertentu. 

Kosong ini bukan hanya kosong. Kosong ini tak terdeksripsi dan terdefinisi dengan baik, bahkan dalam lembaran-lembaran kamus sekalipun. Jadi, harus kemana aku mencari penjelasan ini? Harus kepada ahli bahasa kah yang alih-alih tidak menjawab jawaban yang aku cari namun justru menjelaskan bahasa indonesia yang baik dan benar? Pada kenyataannya, mungkin hanya kamu yang tahu persis jawaban itu. Tapi bagaimana caranya aku mendapatkan jawaban darimu tanpa harus menampakkan diri kehadapanmu? Bukan karena tak ingin, hanya saja tak mampu.

"Dia siapa? Kekasihmu?" Tanyamu sedikit menyelidik.
"..." 
"Benar kekasihmu?" Tanyamu lagi.
"..."
"Ya. Dia kekasihmu." Kamu menyimpulkan karena tahu aku tak mungkin menjawab. Aku hanya tersenyum, pahit.
"Kalau begitu, aku pergi. Trimakasih untuk semua." Lanjutmu.

Membiarkanmu pergi dengan keputusan sendiri adalah satu-satunya cara termudah untuk melepasmu. Karena aku rasa terlalu berat mengusirmu secara gamblang ketika aku sendiri mengharapmu. Aku rasa membiarkanmu berpikir bahwa rasaku beralih darimu adalah satu-satunya hal yang bisa aku lakukan. Karena benar-benar mengalihkan rasa darimu sudah jelas terlalu sulit. Maka kubiarkan segala kesimpulan yang kamu buat dan segala pikiran yang kamu punya, karena mengusirmu bukanlah kemampuanku, namun membiarkan kamu pergi karena keinginanmu sendiri adalah keahlianku.

Aku sendiri belum bisa memutuskan, siapa yang melepas dan siapa yang dilepaskan. Mungkin aku, mungkin juga kamu, atau kita berdua. Aku melepaskan diri dan tentu saja melepasmu. Maka seharusnya kosong ini tak ada. Karena seharusnya kosong ini terganti ikhlas. Tapi bisakah ini dikatakan ikhlas ketika aku bahkan sama sekali tidak merasa lega? Mungkin kosong ini senyap yang hampa. Tapi bisakah dikatakan hampa ketika aku memang menghendaki segalanya seperti ini?

Mungkin ini ikhlas yang sedang membelajarkan diri, ikhlas yang masih saja sedikit merasa kehilangan meski telah merelakan. Atau mungkin ini hampa yang  dikehendaki, hampa yang masih memiliki sedikit cadangan oksigen dibalik dirinya. Hhhhh. Sedikit saja jelaskan padaku rasa apa ini, karena kurasa aku kelelahan menyelami garis yang tak juga berujung pangkal.

Aku menyerah. Tetiba aku berada di depan sebuah rumah yang benar-benar aku kenal. Aku berdiri di beranda tersebut tanpa mengetuk pintu, apalagi memencet bel. Hanya berdiri. Mematung. Kaku. Sampai sang pemilik rumah membuka pintu, entah kebetulan atau memang takdir.

"Apa harus se-kosong ini untuk melepasmu?" Ucapku. Ragu. Kaku.

Diam. Sunyi. Senyap. Tapi ini bukan hampa. Ini berarti. Aku tahu. Ini menanti. Menanti pemecah dari segala sunyi. Namun, tak ada jawaban terurai hanya ada peluk hangat yang meluluhkan kaku. Pecah sudah bendungan di pelupuk mata yang kubangun, hilir air mata mengalir. Aku tetap tak tahu rasa apa ini, ketika tetiba aliran darah seperti memiliki satu komando untuk mengisi kosong yang hampa. Ini nyaman. Itu saja.