Pages

Monday, June 20, 2011

Satu Rasa Tunggal

Anggaplah dulu aku tak pernah tahu bagaimana caranya untuk mencintai. Dulu, yang aku tahu adalah mencari bahagia. Mencari rasa puas yang kupikir dapat dengan mudah kutemukan. Dapat dengan mudah kuganti ketika bosan menyergap. Dulu, kisahku dihias dengan berbagai macam nama wanita dan kutuliskan dalam lembarku. Dulu, begitulah caraku. Menutup pintu ketika bosan didepan mata. Mengakhiri ketika hati tak lagi terusik rasa. Memiliki ketika memang diingini. Selalu begitu dan selalu dengan mudahnya.

Kemudian, entah bagaimana dia hadir. Menjadi yang tunggal diantara yang jamak. Menjadi yang tetap diantara yang hanya berganti. Wanita ini, hadir dalam satu sosok yang tak pernah terpikirkan. Dia penggelitik tawa meski sedih memeluk diri. Pendengar yang baik ketika tak ada seorangpun yang bersedia mendengarkan. Begitulah dia. Begitulah wanita itu. Sesederhana itu.

"Kenapa?" Ia bertanya.
"Hah? Nggak apa-apa."
"Kok ngeliatinnya gitu?" Herannya.
"Nggak apa-apa." Ucapku dengan singkat.
"Ya udah." Ucapnya sedikit kesal tanpa menuntut jawaban lagi. Aku tersenyum.

Memang dia. Dia wanita yang menjadi objek indera penglihatan ku dan membuat hati maupun otak tak bersedia mengalihkan perhatian dari segala tentangnya. Dia orangnya yang aku cintai tanpa tahu alasannya. Dan mencari tahu seperti apapun, aku tak mampu mendapatkan jawabannya.

Namanya, kutuliskan pada satu buku bersampul rapi dan kusimpan baik-baik. Aku tahu bagaimana caranya mencintai. Aku tahu bagaimana seharusnya aku menjatuhkan rasa. Membiarkannya menjadi tunggal dan menetap meski hanya dalam pandangan. Meski hati belum bersedia menyatakan. Meski cinta masih menyembunyikan diri darinya. 


"Aku tahu, dia yang ingin ku jaga." 

0 comments:

Post a Comment