Pages

Sunday, December 5, 2010

Piringan Hitam

Kemampuan ku untuk  mengingatmu ternyata cukup hebat. Ternyata otakku masih sangat mampu mengingat setiap detail yang kau lakukan dulu. Padahal bisa dikatakan aku adalah orang yang diciptakan dengan kemampuan mengingat yang cukup buruk. Tapi masalahnya semua hal yang berkaitan denganmu ternyata bisa sangat terekam hebat oleh memori ku. Entah kemana perginya memori otakku yang cukup "rusak" itu. 

Aku selalu tertawa ketika pertama kali kita berebut untuk menyelesaikan suatu tugas padahal itu adalah kali pertama kita bertemu. Bahkan bisa aku pastikan kita belum bisa dikatakan sudah berkenalan. Aku selalu ingat bagaimana kesalnya aku dengan kelakuan mu dulu yang selalu membuatku kesal. Aku selalu heran darimana kau dapatkan ide-ide konyol mu untuk membuat ku kesal dan kau tidak pernah kehabisan ide. Aku selalu ingin membalasmu dan kalau diijinkan aku lebih ingin menyihirmu jadi kodok. Tapi ternyata aku selalu tak bisa membalasmu. Aku lebih memilih untuk memelototimu meskipun aku yakin, mataku yang terhitung sipit ini tak mampu membuatmu takut dan mengkerut untuk berhenti menjahiliku.

Kau tau? Aku tak pernah pulang dengan jilbab yang rapi (ya karna sekolah kita memang mengharuskan wanita untuk berjilbab), bisa dipastikan kau yang selalu duduk dibelakang ku dulu pasti akan dengan sangat rela hati menarik kerudung ku atau justru rambut ku. Sungguh aku ingin mengutukmu disaat-saat seperti itu. Kau tau? Setiap beristirahat aku akan langsung kabur ke kelas lain, hanya untuk mengadukanmu pada teman-teman terbaik ku. Dan kau tau? Aku selalu jengkel dengan komentar mereka yang selalu menggoda ku "dia nya naksir kamu kali, sayang". Dan dapat dipastikan aku selalu mencak-mencak dengan komentar mereka, aku merasa seperti tak ada lagi hal lain yang bisa mereka katakan. Justru semakin membuat aku merasa bahwa mereka mendukungmu dan senang dengan perlakuanmu. Konyol khan ??

Aku selalu merasa tau tentang apa yang akan kau lakukan padaku. Sudah terlalu terbiasa aku dengan perlakuan mu hingga memori ku cukup mampu merekam dan mengingatnya. Yang aku tidak tau adalah bahwa kekonyolanmu membawa tawa untukku dan menjadi jalan lapang menuju hati. Seharusnya aku tau itu, tapi ternyata perasaanku belum diasah untuk hal-hal seperti itu. Ternyata cukup berat untuk menyeimbangi perlakuanmu bahkan gerutu-gerutuan ku tentangmu yang selalu aku sampaikan pada teman-temanku tak mampu menyembunyikan rona hati yang mulai tercipta. Ternyata cukup sulit menggerutu tentangmu pada mereka tanpa menyiratkan sedikit tawa.

Aku terbiasa, bahkan semakin lama aku merasa perlakuanmu adalah dekorasi yang diciptakan untuk menghias hariku. Aku yakin, aku mampu bertahan pada pendirian untuk tidak menyayangi mu dengan catatan perlakuanmu tetap seperti itu. Tapi ternyata kau tidak mengerti. Kau memang tak pernah sekalipun melakukan hal-hal yang "romantis", aku tau kau pun bukan lelaki yang terhitung "romantis". Tapi ternyata aku cukup kelabakan ketika kau mengusap puncak kepalaku dengan lembut saat lewat dihadapan ku atau berbicara dengan ku. Aku cukup sesak napas ketika mendapati kau memegang kepalaku sambil berkata "adek, jangan sedih terus". Aku bahkan tak bisa berhenti tersenyum ketika kau -orang yang terhitung pelit sms-, mengirimiku sms dengan doa agar aku cepat sembuh. Dan kemudian di hari berikutnya, kau dengan gaya konyolmu melarang ku memakan makanan yang kau anggap membuat maag ku terbangun dari tidurnya lagi. Atau sms untuk segera memastikan aku dan keluargaku baik-baik saja saat terjadi gempa. Atau dengan polosnya berkata didepan teman-teman ku "aku ngekhawatirin dia ni lho". Menanggapi perlakuanmu akhirnya membutuhkan kerja keras.

Kau ingat saat kau harus menyeretku agar mau foto dengan mu? Sampai akhirnya aku menyerah untuk difoto dan dengan naasnya kamera tersebut eror, dan setelah itu aku tak mau lagi foto denganmu walaupun dengan paksaanmu. Aku sengaja. Bagaimana caranya aku bisa mengabadikan diri dengan mu dalam sebuah lembar kertas tanpa terlihat olehmu bahwa ada rasa yang terselip untukmu. Itulah alasannya. Ya, sampai sekarang aku menyesal tak memiliki barang apapun untuk mengabadikan kebersamaan kita yang tidak pernah benar-benar bersama. 

Aku selalu berusaha, tapi tak bisa dipungkiri usaha ku memang NOL BESAR dan konyol. Sama konyolnya dengan perlakuanmu selama ini. Aku bersedia selalu ada di line-chat untuk menungguimu online hanya agar dapat mengobrol dengan mu. Aku tau, orang bodoh pun akan tau itu sia-sia dan membuang waktu. 

Tak ada bukti otentik apapun bahwa aku dan kau pernah bersama meski tak pernah benar-benar bersama. Ya, kecuali kalau catatan harian ku tentang mu bisa dijadikan bukti. Itupun tidak banyak dan detail, karena toh aku memang terlalu takut perasaan ini terbongkar. Kau harus mengakui, aku adalah penyimpan rahasia yang handal. Aku adalah pembungkus yang hebat. Tapi label tersebut ternyata membuat ku susah, aku takut suatu hari aku akan melupakan setiap detail yang kau lakukan. Satu-satunya cara untuk mengingatmu adalah dengan membicarakan mu pada teman ku. Tapi bukankah akan lucu jika aku menceritakan orang yang hadir dulu? Aku memutuskan untuk merekammu dalam piringan hitam. Piringan hitam yang lagi-lagi kusimpan dalam memori dan hanya dapat diputar dengan alat khusus yang hanya dimiliki oleh ku. Semua tentang mu memang milikku dan bukan untuk dibagi-bagikan pada orang lain. Yang aku harapkan sekarang, memori ku yang cukup "rusak" ini, tetap akan cukup baik untuk menyimpanmu. Itu saja. 

Asal kau tau saja, tertulis namamu diatas piringan hitam tersebut, karena dapat dipastikan kalaupun keadaan memoriku tidak cukup baik, setidaknya namamu yang memang akan selalu aku ingat. Aku bisa jamin itu. 


0 comments:

Post a Comment