Pages

Friday, January 21, 2011

Terimakasih, Hujan!



KITA. Kamu dan aku , tepatnya. Duduk di sudut bangunan untuk sekedar berlindung dari serangan hujan yang tiba-tiba datang tanpa permisi. Aku benci hujan. Aku benci karena hujan terkadang memenjarakan ku dari keinginan untuk pulang. Aku benci karena hujan menajamkan rasa kesepian yang hadir. Dan saat ini, aku lebih membenci hujan, karena membuat aku dan kamu terkunci di tepian jalan ini. Membuat aku dan kamu terpaksa berdiam diri berdua dengan rasa dingin masing-masing. Aku benci.

"Maaf ya? Harusnya tadi kita nggak usah mampir makan dulu. Langsung pulang aja." Ucapmu dengan sedikit sesal.
"Udahlah, nyantai aja. Hujannya ni yang kurang ajar, dateng nggak bilang-bilang dulu." Aku mencoba mencairkan suasana yang nyaris beku dalam dingin hujan. Dan kamu hanya membalas dengan segaris senyum.

Tuhaaaaaaann, sungguh aku benar-benar membenci hujan! Hujan tak peduli bahwa saat ini aku mati-matian bersikap biasa di hadapannya. Hujan tak pernah peduli rasa yang terukir meski aku tahu bahwa itu terlarang. Hujan seperti menantangku untuk bertarung menahan rasa yang telah menjadi asa.

"Besok mau ikut?"
"Ikut? Ikut diving maksudnya? Nggak ah. Nggak bisa, takut juga kali."
"Ya dicoba dulu lah. Belum pernah nyoba kan? Kalau udah, pasti ketagihan. Banyak yang bisa dilihat di bawah laut sana."
"Nggak ah. Aku nggak tertarik lihat banyak hal dibawah laut sana. Dengar cerita mu dan berlembar-lembar hasil fotomu aja udah cukup."

Saat ini aku pun membenci kamu sama seperti aku membenci hujan. Kamu sama tidak pedulinya dengan hujan. Kamu tak pernah peduli bagaimana pedulinya aku dengan semua hal tentangmu. Kamu tak peduli bahwa aku mati-matian menghapus rasa. Buatku, saat ini kamu fana. Kamu terus menerus seperti fatamorgana saat dahaga menyerang. Kamu memperkuat asa yang seharusnya tidak diperkuat.

"Kenapa? Kok jadi cemberut gitu? Nggak mau ikut juga nggak papa. Aku cuma ngajak kok, nggak maksa."
"Bukan gara-gara itu."
"Jadi gara-gara apa?"
"Aku benci hujan."
"Apa?" Ujarmu sedikit kaget.
"Aku benci hujan. Aku nggak pernah suka sama hujan."
"Ooo. Aku juga nggak suka hujan kalau pas diving. Bikin laut keruh, jadi nggak bisa liat apa-apa. Tapi untuk sekarang, hujan layak untuk disukai."
"Kenapa?"
"Kamu tahu kenapa aku suka laut?" Aku hanya menggelengkan kepala. "Dari atas, laut memang cuma seperti kesatuan warna. Warna biru. Indah, namun hanya sekedar keindahan warna. Nggak banyak orang bisa lihat isi laut yang sebenarnya, kalau mereka nggak mencoba menyelam. Dan kamu seperti laut." Ucapnya tanpa menghiraukan pertanyaan ku.


"Kamu selalu bersikap biasa. Kamu selalu terlihat mampu menghadapi semua. Kamu seperti tak membutuhkan apapun selain dirimu, karena kamu mampu mengatasi semua. Dan kamu perlu tahu, aku telah cukup lama berkutat dengan pikiranku sendiri. Pikiran akan ketakutan bahwa aku tak dibutuhkan. Pikiran akan ketakutan bahwa aku tak diperlukan. Kamu benci hujan. Itulah hal pertama yang aku tahu tentang ketidaksukaanmu pada suatu hal. Dan kalimat itu, meyakinkan keyakinan ku untuk menahanmu disisi ku. Selama ini, kamu adalah individu yang memandang segalanya baik-baik saja. Segalanya patut disyukuri. Segalanya patut disukai. Aku tahu segala hal kesukaan mu. Tapi itu hanya satu sisi tentangmu. Dan pernyataan mu tadi melengkapi satu sisi yang selama ini aku cari."


Kalimat itu terlampau panjang. Terlampau rumit untuk diartikan. Aku tahu aku mampu mengartikan, tapi aku takut salah mengartikan deretan panjang baris kata yang harus diindra oleh telingaku. Aku takut memperbesar asa yang selama ini ada. Yang selama ini bertahan mendampingi rasa.


"Aku butuh kamu. Aku butuh menahanmu disisi ku. Bisakah?" Segaris senyum mengiringi kata yang diucapkannya.


Terimakasih, Hujan. Terimakasih untuk malam ini.  Terimakasih untuk hangat yang kau hadirkan.
Terimakasih, Kamu. Terimakasih untuk menjadi nyata dalam hidup. Terimakasih untuk mengubah asa menjadi seutas tali kehidupan baru.




Terimakasih.

2 comments:

Anonymous said...

"Dari atas, laut memang cuma seperti kesatuan warna. Warna biru. Indah, namun hanya sekedar keindahan warna. Nggak banyak orang bisa lihat isi laut yang sebenarnya, kalau mereka nggak mencoba menyelam. Dan kamu seperti laut."



ni beneran nduk???
kata"nya bagus nduk...
ini ni yg bikin merinding....hehe
cobaaa mas mu bilang gt jg...hahahaa

Novia Irianti said...

beneran apanya ??
beneran ceritanya po ???
gag lah mb ,, ini TOTAL fiksi ...
tulisan q tu fiksi semua ..
kecuali yang di label "story 'bout me" ..
hehehehehehe ...

dapet inspirasi gara-gara di lombok kemarin ...
:)

Post a Comment