Pages

Sunday, February 19, 2012

Tentang Mengenal

Kau duduk disana. Di taman belakang rumah, 2 bulan bersamamu dan kau tak pernah absen dari posisi tersebut. Selalu sama. Selalu duduk pada sisi kiri bangku taman, dengan secangkir kopi di atas meja, tak lupa juga buku yang kau pandang lekat-lekat dan kau baca dengan seksama. Menurutmu, buku dan kopi tak bisa dipisahkan.

Aku menghampirimu, dan seperti biasanya juga aku memilih duduk pada sisi kanan bangku, karena memang tak ada lagi tempat selain sisi tersebut. Kau menutup bukumu, meletakkannya diatas meja, tepat disebelah cangkir kopimu kemudian menatap heran pada cangkir yang kubawa serta ketika menghampirimu.

"Kopi?" Tanyamu dengan singkat.
"Iya. Kenapa?"
"Tumben. Biasanya susu coklat panas."
"Sedang mencoba mencintai apa yang kau cintai. Proyek pertamanya adalah kopi." Jawabku sembari sedikit tersenyum simpul, dan kau pun balas tersenyum kecil.

Sebenarnya aku memang tidak menyukai kopi. Kau pecinta kopi dan aku pecinta coklat, hingga biasanya kita duduk berdua disini dengan hal yang kita cintai masing-masing. Tapi entah kenapa hari ini aku menginginkan kita menikmati hal yang sama. Satu rasa. Satu warna.


Tegukan pertama, pahit. Sebut aku bodoh karena tak bisa merasakan nikmat pahit kopi. Bagi para pecinta kopi, mungkin pahit kopi tidak hanya sekedar pahit. Tapi bagiku, kopi tetap saja pahit dan tanpa tetapi, tanpa embel-embel.  Sudahlah, aku memang hanya tahu manis, pahit, asam, asin dan semua rasa yang pasti tanpa tetapi itu.


"Pahit? Nggak suka ya?" Kau bertanya setelah melihat mimik mukaku yang berubah sedikit masam. Dan hanya kujawab dengan anggukan kecil.
Kau tersenyum. "Coba dirasain lagi. Kopi tu emang pahit tapi kalo dirasa-rasain pahitnya beda. Lebih nikmat." 
"Pahit. Dan tanpa tetapi. Rasa-rasanya nggak ada nikmatnya juga." Jawabku tanpa basa-basi. Dan kau tersenyum kecil lagi.
"Nggak papa kalau nggak suka. Yang penting kamu tahu hal seperti apa yang aku cintai."


Tegukan kedua. Tetap saja pahit. Pahit memang harga mati untuk kopi. Dan sialnya lelaki disampingku ini lebih menyukai kopi hitam. Murni. Tanpa creamer, susu atau campuran apapun lah itu namanya.  Tegukan selanjutnya pun bernasib sama, meskipun lidahku sudah mulai beradaptasi dan mulai sedikit merasakan nikmatnya. Sedikit saja. 


Tetiba, sorot mataku tertuju pada buku yang kau letakkan diatas meja. Ada yang tak biasa. Judul itu bukan sejenis buku yang sering kau baca. Biasanya kau membaca buku sejenis sejarah perjuangan mahasiswa, politik dan segala macam yang kusebut dengan bacaan "berat". Tapi ini sama sekali bukan bacaanmu. Ini lebih seperti jenis bacaanku. Ya. Kita sama-sama mencintai buku. Tapi jenis buku kita selalu jauh berbeda.


"Kamu baca itu?" Tanyaku sambil menunjuk buku yang ada disebelah cangkir kopinya.
"Iya. Kenapa?"
"Tumben. Itu kan biasanya jadi bacaanku."
Lagi-lagi kau tersenyum kecil. "Aku pengen tahu buku seperti apa yang bisa bikin kamu terpaku berjam-jam untuk membaca isinya."
"Dan? Suka bacanya?"
"Intinya bukan tentang suka atau nggak suka kan? Tujuanku baca buku ini untuk tahu hal seperti apa yang kamu cintai. Itu saja dulu. Sama seperti kamu yang mencoba meminum kopi." Jawabmu sederhana.


Karena kita adalah tentang mengenalmu dan mengenalku. Karena sesederhana itu.

0 comments:

Post a Comment