Pages

Thursday, February 10, 2011

Dia yang Sempurna

Terimakasih untuk kesempurnaan. Untuk baris abjad yang mampu mendeskripsikan Dia. Untuk Dia yang tidak selalu indah namun tetap terlihat sempurna. Terimakasih untuk membuatku mampu mematahkan paham bahwa tak ada yang sempurna. Karena pada nyatanya, Dia wujud kesempurnaan. Tuhan tau bagaimana aku memujanya. Sistem otak tau seberapa banyak ku gantungkan namanya pada benang-benang memori.

Ya. Aku memang akan berbicara tentang Dia.

Dia memiliki banyak kata "IYA" untuk diberikannya padaku. Bahkan aku seperti hampir tidak memiliki kata "TIDAK" darinya. Dia terkadang membangunkan ku dengan satu belaian, satu kecupan dan nada yang sama. Dia selalu mampu menemukan hal-hal yang bisa membuatnya bangga padaku, bahkan ketika aku jauh dari ekspektasi nya. Dia masih berusaha menggendong ku dengan senyum mengembang dan bahan candaan yang tetap saja dilontarkan. Seperti aku bukanlah beban berat bagi nya. Seperti aku adalah anak kecil yang memang masih pantas menerima gendongan darinya. Dia yang memiliki banyak jawaban dari banyak pertanyaan yang aku ajukan. Percayalah, aku masih terus bertanya-tanya darimana jawaban-jawaban itu selalu mampu Dia suguhkan dan selalu mampu memunculkan rasa kagum ku untuknya. Dia yang meletakkan rasa percaya dengan sangat yakin untukku. Dia yang menularkan ku kecintaannya pada buku. Dan aku selalu mensyukuri itu. Dia selalu menganggap ku belum cukup dewasa untuk dilepaskan, bahkan ketika semua orang menganggap ku pantas untuk dilepaskan. Dia seperti mengabadikan ku dalam frame sosok yang akan selalu kecil di matanya. Tapi sungguh, aku tak berkeberatan. 

Dia yang menanamkan ide untuk selalu menjadi wanita yang kuat dan mandiri sekaligus mengingatkan ku akan kodrat.  Kodrat yang mengharuskan ku mengabdi pada lelaki lain. Kodrat yang menurut Dia adalah menjadikan Dia bukan lagi orang yang harus didahulukan. Kodrat yang akhirnya kepemilikan nya atas aku harus diserahkan dengan suka rela pada lelaki lain. Kodrat yang semakin lama seperti ingin ku kutuk atau ku kurung di menara tertinggi tanpa pintu, jendela atau bahkan ventilasi. Karena nyatanya, Dia dan pasangannya adalah orang yang selalu ingin aku dahulukan. Tapi kodrat membuat ku pada akhirnya tidak lagi bisa mendahulukan mereka.

Sudahlah, jangan berdebat tentang kesempurnaan. Aku memang tidak menganut asas kesempurnaan yang sama dengan kalian. Dia masih tetap memiliki celah. Dia tetap dengan salah. Dia tetap berkekurangan. Tapi aku tidak menganut asas kesempurnaan kalian yang tanpa celah, salah dan kekurangan. Aku menganut asas kesempurnaan yang terbentuk karena tidak sempurna. Jadi, biarlah Dia tetap sempurna.

Dia lah pemilik cinta sejati. Dia lah penggenggam ketulusan. Dia lah penganut kerja keras. Dia lah kesempurnaan.


-Untuk Dia yang kupanggil Ayah-

0 comments:

Post a Comment